Dian Fossey (lahir 16 Januari 1932 – meninggal 26 Desember 1985 pada umur 53 tahun) adalah seorang ahli zoologi dan etologi yang mempelajari keluarga gorila selama bertahun-tahun di Rwanda. Fossey banyak disamakam dengan Jane Goodall yang terkenal oleh penyelidikan tentang simpanse. Di kalangan awam, Dian Fossey dikenal dari film Gorillas in the Mist yang dibintangi oleh Sigourney Weaver.
Masa awal
Dian lahir di San Francisco, Amerika Serikat. Masa kecil Dian tidak bahagia. Ayahnya, George Fossey, bekerja di perusahaan asuransi. Ayahnya menjadi pemabuk diakibatkan antara lain kegagalannya mencari uang untuk mecukupi kehidupan keluarganya. Karena masalah ini, orang tua Dian bercerai pada tahun 1938. Ibunya mendapat uang tunjangan untuk membesarkan Dian dan tak lama kemuadian menikah dengan seorang kontraktor. Walaupun Dian tidak sering bertemu dengan ayah kandungnya, ia sangat memuja ayahnya. Ayah kandungnya bunuh diri saat Dian berusia 36 tahun.
Ayah tirinya tidak memperlakukan Dian dengan baik. Ia mengajarkan disiplin keras. Sampai Dian berusia 10 tahun, Dian hanya boleh makan dengan pembantu rumah tangga di dapur. Sejak kecil, Dian sudah menyukai binatang. Namun ia hanya boleh memelihara ikan emas. Ketika ikan ini mati, Dian tidak boleh mengambil binatang peliharaan lagi. Ketika Dian belajar di perguruan tinggi, ayah tirinya tidak banyak menyumbang pembiayaan sekolah Dian.
Karir
Tamat SMA, Fossey belajar dasar kedokteran hewan di Universitas California, menentang keinginan ayah tirinya untuk belajar bisnis. Fossey menghidupi dirinya sendiri dengan melakukan berbagai pekerjaan sambilan. Karena menemui kesulitan dengan ilmu kimia dan ilmu fisika, Fossey mengambil jurusan ergoterapi di Universitas Negeri San Jose. Secara sambilan, Fossey juga berhasil mendapat keahlian menunggang kuda. Tamat kuliah, Fossey bekerja sebagai terapis anak-anak di kota Louisville, Kentucky. Fossey mempunyai keahlian untuk berkomunikasi dengan anak-anak yang cacat, suatu yang jarang ditemui.
Walaupun Fossey mencintai pekerjaannya, ia ingin melihat dunia lain. Fossey menjadi tertarik dengan gorila sehabis membaca buku George Schaller tentang gorila gunung. Pada tahun 1963, Fossey meminjam uang sebanyak AS$8000 ke bank untuk pergi ke Afrika mengunjungi gorila. Di Tanzania, Fossey bertemu Dr. Louis Leakey dan istrinya Mary Leakey yang mempelajari evolusi manusia dari fosil-fosil. Kemudian, Fossey pergi ke Zaire dan bertemu gorila gunung. Fossey sangat terpesona dengan pertemuan ini dan kembali ke Amerika Serikat dan melanjutkan pekerjaannya sebagai terapis.
Tiga tahun kemudian Louis Leakey berkunjung ke Louisville dalam suatu tur untuk menerangkan hasil penyelidikannya. Louis bertemu Fossey dan mengajaknya untuk hidup di Afrika untuk mempelajari gorila. Louis membutuhkan pekerja untuk mempelajari gorila. Ia yakin bahwa mempelajari gorila dalam jangka waktu yang panjang akan membantu pemikiran tentang evolusi manusia. Louis percaya bahwa Fossey cocok untuk pekerjaan ini. Sebagai perempuan lajang dan tidak punya training dalam ilmu pengetahuan, Louis berpendapat bahwa Fossey akan mempunyai pandangan netral terhadap gorila, akan lebih diterima di kalangan penduduk lokal di Afrika, dan tidak punya komitment rumah tangga. Louis juga berpendapat bahwa perempuan dalam hal ini lebih teliti dan tangguh daripada laki-laki. Setelah bercakap-cakap dengan Fossey, Louis menawarkan pekerjaan untuk mempelajari gorila kepada Fossey.
Walaupun orang tuanya tidak setuju, akhir tahun 1966, Fossey akhirnya pergi ke Kongo untuk mempelajari gorila. Tak lama kemudian, Fossey terpaksa pindah ke Rwanda, karena ada pemberontakan di Kongo. Di Rwanda, Fossey mendirikan pusat penyelidikan Karisoke. Fossey hidup di Rwanda mempelajari gorila selama 18 tahun. Fossey menjadi orang pertama yang mempunyai hubungan suka rela dengan gorila. Fossey berhasil memperoleh kepercayaan keluarga gorila dan sering duduk bermain dengan mereka. Keluarga gorila bahkan membiarkan Fossey bermain dengan bayi gorila.
Sementara itu, pada tahun 1974, Fossey kembali ke Amerika Serikat untuk mengambil gelar doktor. Fossey tidak betah dan ingin cepat kembali ke Afrika. Namun, Fossey bertahan karena gelar ini penting untuk mendapatkan sumbangan untuk penyelidikan gorila. Setelah mendapat gelar, Fossey kembali ke Rwanda lagi.
Fossey mempunyai hubungan yang spesial dengan seekor gorila yang dinamai Digit. Fossey mengenalnya dari kecil dan kesukaan mereka datang dari kedua belah pihak. Suatu ketika pada tahun 1976, Fossey pergi ke dalam hutan untuk mempelajari gorila setelah lama tidak berada di lapangan. Fossey banyak harus melakukan administrasi dan mengawasi murid-muridnya. Juga, kesehatannya menjadi kurang baik. Tak heran kalau Fossey bersemangat untuk kembali ke studi lapangan lagi. Fossey menemukan gorila berpelukan bersama karena hujan besar. Fossey tak mau terlalu dekat-dekat karena ia tidak ingin gorila menjadi terbiasa dengan manusia.Tiba-tiba Digit datang dan membelai kepala Fossey. Mereka berpelukan bersama untuk melindungi diri dari hujan. Sayangnya, dua tahun kemudian Digit ditemukan dibunuh oleh pemburu. Penduduk setempat memanfaatkan gorila sebagai salah satu sumber penghasilan yang penting. Kepala, kaki, dan tangan gorila menjadi suvenir yang populer. Penduduk juga bisa mendapatkan uang lebih banyak bila mereka bisa menangkap gorila bersama bayinya untuk dipertunjukkan di kebun binatang. Gorila adalah binatang sosial dan mempertahankan bayinya secara mati-matian bila hendak diculik.
Fossey menjadi terkenal ketika fotonya bersama gorila muncul di majalah National Geographic pada tahun 1970. Fossey memanfaatkan hal ini untuk mengumpulkan dana untuk menyelamatkan gorila dari kepunahan. Fossey ingin menunjukkan bahwa gorila adalah makhluk yang lemah lembut, lain dari yang dilukiskan di buku-buku atau film sebagai King Kong, binatang yang sadis dan agresif. Fossey juga menentang pertunjukan gorila di kebun binatang. Menurutnya, penangkapan gorila seringkali melibatkan banyak kematian di dalam keluarga gorila. Fossey berpendapat bahwa menunjukkan gorila di kebun binatang adalah tidak etis. Contohnya, penangkapan dua gorila pada tahun 1978 yang ditujukan untuk ekspor ke kebun binatang, mengakibatkan kematian 20 gorila.
Kematian
Fossey ditemukan terbunuh secara sadis di rumahnya, pada tanggal 26 Desember 1985. Walaupun salah satu dari muridnya ditangkap sebagai tersangka empat tahun kemudian, kematian Fossey tetap menjadi misteri. Saudara ipar dari bekas presiden Rwanda, Protais Zigiranyirazo, juga disebut-sebut terlibat dalam pembunuhan Fossey. Protais Zigiranyirazo yang menjadi gubernur di provinsi tempat Fossey bekerja, mempunyai kepentingan untuk mengekspoilitasi gorilla. yang sangat ditentang Fossey. Protais Zigiranyirazo juga dianggap bertanggung jawab atas kematian 800.000 warga Rwanda (Rwanda Genocide) pada tahun 1994.
Beberapa bulan sebelum kematiannya, Fossey menandatangani perjanjian dengan Warner Bros yang ingin membuat film dari bukunya yang terkenal, Gorillas in the Mist. Perjanjian ini menghasilkan uang satu juta dollar untuk Fossey. Kekhawatiran musuhnya akan pembiayaan aktivitas Fossey untuk melindingi gorila dari uang ini bisa juga menjadi salah satu alasan pembunuhannya. Beberapa organisasi yang dulunya menentang Fossey masih tetap menggunakan nama Dian Fossey untuk tujuan komersial sampai saat ini.
Di saat genosida Rwanda pada tahun 1994, taman nasional dimana Fossey bekerja untuk menyelamatkan gorila, menjadi ajang kehancuran.
Dian dikuburkan disamping gorila kesayangannya, Digit.
Peninggalan
Hasil penyelidikan Dian Fossey telah membuka mata akan hubungan gorila dengan manusia. Kita jadi lebih tahu cara hidup gorila dan bagaimana mereke berinteraksi satu sama lain. Berkat hasil juruh payah Dian, kita jadi lebih tahu bahwa kehidupan gorila sangat terancam dan butuh campur tangan kita.
0 Comments:
Posting Komentar
Ada Masukan? Sampaikan Yuk....
Donni Antonius Sinaga