Rahasia Kesuksesan BlackBerry
Hampir seluruh eksekutif dan profesional muda kita sangat terpukau dengan kehadiran BlackBerry, ponsel cerdas dengan kemampuan push e-mail dan komunikasi via Internet yang sangat bermanfaat untuk membantu kesibukan mereka. Kalaupun belum menggunakannya, hampir semua dari mereka pernah mempertimbangkan atau mengidamkan untuk memilikinya. Bahkan kini telah muncul istilahCrackberry di kalangan profesional (‘crack’ adalah julukan salah satu narkoba) untuk menggambarkan perangkat telepon yang bisa membuat kecanduan penggunanya ini. BlackBerry adalah salah satu contoh bagaimana sebuah inovasi di bidang ICT bisa melanda dunia dengan sangat cepat.
Research in Motion (RIM), perusahaan pencipta BlackBerry, didirikan tahun 1984 oleh Mike Lazaridis, seseorang mahasiswa University of Waterloo Kanada yang memulai usahanya setelah mendapat proyek USD 500,000 dari General Motors dalam mengembangkan sebuah sistem display untuk jaringan kontrol komputer. Selama bertahun-tahun, RIM mengembangkan komunikasi data nirkabel untuk berbagai perusahaan telekomunikasi sebelum akhirnya menghasilkan BlackBerry yang sangat sukses. Lazaridis baru-baru ini mengungkapkan rahasia suksesnya kepada salah satu majalah bisnis terkemuka di dunia.
Pertama, menjadi pelaku entrepreneur bukan berarti menjadi seseorang pengambil resiko yang besar. Para pengusaha yang berhasil adalah mereka yang bisa memperhitungkan seberapa besar resiko terburuk dari investasi mereka dan menyesuaikan keputusan sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Mereka sering tampak seperti pengambil resiko besar hanya karena tidak mengikuti ‘resep standar’ untuk melakukan riset dan perencanaan yang panjang dan komplit sebelum mengambil keputusan investasi. Padahal sebenarnya, di belakang layar mereka pun punya perhitungan sederhana untuk menimbang potensi keuntungan dan resiko investasi mereka, tanpa perlu menghasilkan beratus-ratus halaman analisis yang malah mungkin menimbulkan analysis paralysis (kelumpuhan atau ketidakberanian mengambil keputusan karena terlalu banyak analisis).
Kedua, RIM benar-benar fokus pada satu hal saja seperti perusahaan startup lainnya yang juga sukses. Visi mereka tunggal yakni BlackBerry. Perusahaan ini berhasil mengatasi berbagai godaan untuk diversifikasi. Mungkin hal ini bisa dipandang sebagai kelemahan, tetapi melihat trend pasar saat ini, kelihatannya pilihan mereka untuk fokus hanya pada BlackBerry adalah pilihan yang sangat tepat. Jim Collins dalam buku terlarisnya ‘From Good to Great’ juga menyebutkan bahwa perusahaan yang sukses, menjadi besar dan bertahan lama adalah perusahaan yang benar-benar fokus untuk mengembangkan hanya beberapa (bahkan hanya satu atau dua) hal-hal kunci yang bisa mereka lakukan dengan sangat baik, bahkan mungkin terbaik di dunia.
Ketiga, budaya kerja di RIM sangat egalitarian alias menganut persamaan derajat, karena bukankah ide cemerlang bisa berasal dari mana saja? Pertemuan-pertemuaan rapat serta komite di RIM menggambarkan iklim ini. Pemimpin puncak perusahaan bisa bertukar pendapat dengan seorang junior atau bahkan seorang yang sedang kerja praktek di perusahaannya. Yang penting, masing-masing, apapun jabatan mereka, terus berkontribusi demi kemajuan perusahaan. Nah, tampaknya inilah hal terpenting yang perlu dipelajari dengan lebih baik oleh banyak organisasi dan perusahaan Indonesia. (19 Mei 2009)
Sumber :
Lensa Telematika, dalam :
http://www.ithb.ac.id/kolom_detail.php?id=34&code=&PHPSESSID=5c50589468143525d4a9efda3aac9f83